Mahkamah Konstitusi Indonesia pada hari Kamis menyatakan bahwa undang-undang yang menetapkan ambang batas suara minimum bagi partai politik untuk dapat mengajukan calon presiden tidak mengikat secara hukum. Keputusan ini berpotensi membuka peluang bagi lebih banyak calon yang dapat maju pada pemilu presiden 2029 mendatang.
Undang-undang yang berlaku saat ini mengharuskan partai politik meraih 20 persen suara, baik secara mandiri maupun dalam koalisi, dalam pemilu legislatif untuk dapat mengajukan calon presiden. Namun, undang-undang ini digugat oleh sekelompok mahasiswa yang berargumen bahwa aturan tersebut membatasi hak pilih masyarakat dan partai kecil.
Ketua Mahkamah Konstitusi Suhartoyo mengabulkan gugatan tersebut dan menyatakan bahwa ambang batas tersebut “tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat.” Namun, keputusan ini tidak menjelaskan apakah ambang batas tersebut seharusnya dihapus atau diturunkan.
Hakim Saldi Isra menegaskan bahwa semua partai politik harus diberi kesempatan untuk mengajukan calon presiden.
Rifqi Nizamy Karsayuda, Ketua Komisi Parlemen yang mengawasi pemilu, mengatakan kepada media lokal bahwa anggota parlemen akan mengambil tindakan sesuai dengan putusan ini, yang disebutnya “final dan mengikat.”
Menteri Hukum Indonesia belum memberikan tanggapan terkait keputusan tersebut.
Arya Fernandes, analis politik dari Pusat Studi Strategis dan Internasional, menyambut positif keputusan ini karena memungkinkan partai kecil untuk mengajukan calon presiden dan mengurangi ketergantungan mereka pada partai besar.
Namun, Arya juga menyatakan bahwa anggota parlemen masih dapat melakukan revisi terhadap undang-undang tersebut untuk membatasi dampak keputusan ini, karena Mahkamah Konstitusi tidak menghapus ambang batas suara.
Pemilu presiden di Indonesia diadakan setiap lima tahun sekali. Pemilu terakhir diadakan tahun lalu dan dimenangkan oleh Presiden Prabowo Subianto, yang dilantik pada Oktober.
Putusan Kamis ini muncul setelah Mahkamah Konstitusi sebelumnya menurunkan ambang batas serupa untuk posisi daerah seperti gubernur dan wali kota menjadi di bawah 10 persen dari yang sebelumnya 20 persen pada Agustus tahun lalu.
Setelah partai-partai pendukung Prabowo dan Presiden Joko Widodo yang keluar berusaha membatalkan perubahan keputusan tersebut, ribuan orang turun ke jalan untuk memprotes apa yang mereka sebut sebagai upaya pemerintah untuk membungkam oposisi.
Dalam putusan terpisah pada hari Kamis, Mahkamah Konstitusi membatasi penggunaan kecerdasan buatan untuk “memanipulasi” gambar calon pemilu secara berlebihan, dengan mengatakan bahwa gambar yang dimanipulasi dapat “merusak kemampuan pemilih untuk membuat keputusan yang tepat.”